Jangan Percaya sama CV ku,

Dengan hormat, bapak dan ibu pimpinan perusahaan manapun yang membaca ini. Perkenalkan nama saya Tirta Hardi Pranata, saat ini status saya single bukan jomblo, belum nikah karena, boro-boro nikah pacar ajaa baru putus. Saya lulusan salah satu sekolah tinggi ternama di Yogyakarta, kampus yang dengan bangganya meraih 17 International award dan 50 National Award hingga tahun 2014. Bangga sih menjadi salah satu dari keluarga besar para pemimpi disana. Saya menyelesaikan studi S1 saya dalam waktu 3,5 tahun saja, gak perlu lama-lama sebab tiap semester biaya kuliah naik apalagi biaya makan. IPK cukup memuaskan 3,38 meskipun gak kumlod tapi bagi saya itu adalah salah satu hal yang harus saya syukuri, sebab masih banyak yang IPKnya di bawah saya. Saya cukup bangga dengan IPK segitu, tapi banyak hal yang dapat saya pahami dibandingkan dengan mahasiswa lain yang kupu-kupu ataupun dengan yang IPK 4.00 hehe

Oh iya, perlu di ketahui alasan saya menulis ini. Sebab saya sudah bosan dengan banyak interview dan mungkin telah banyak saya buang kertas untuk mengirim lamaran kerja ke berbagai perusahaan, dari perusahaan abal-abal sampai perusahan international pun saya kirimin lamaran saya, tapi hanya beberapa yang memberikan kesempatan pada saya untuk menjelaskan kemampuan saya secara teori, ngoceh panjang lebar lalu kemudian disuruh pulang dan menunggu entah sampai kapan. Sakitnya di BHP (Beri Harapan Palsu) in itu di sini #nunjuk ke dada.

Pertama jika  Bapak atau Ibu ingin mengetahui tentang saya, saya akan jelaskan.

Saya adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Kedua adik saya sedang menempuh pendidikan di Pondok Modren Gontor Putra dan Gontor Putri, sebab adik saya satu pria satu lagi perempuan. Saya berasal dari Jambi, Jambi itu dimana? Jambi itu di Pulau Sumatera. Jambi adalah salah satu provinsi di Sumatera yang terkenal dengan Suku Anak Dalam nya. Ayah saya bernama Tri Untung seorang Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Seorang ayah yang super sekali, ayah yang bijaksana yang selalu mengajarkan anak-anaknya untuk bekerja keras, iklas, sabar dan syukur, karena menurut beliau itu lah kunci hidup yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Ayah yang rela mengorbankan banyak uang untuk sebuah kemauan belajar anak-anaknya. Baginya uang itu hanya sebuah alat untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar materi, diantara ilmu, pengalaman, karena dengan ilmu kita akan lebih bijak menghabiskan uang yang kita miliki, dengan pengalaman kita akan lebih belajar arti hidup. Itu lah ayah.

Lalu Ibu saya, ibu bernama Tariyah, kerennya Tari tapi nama aslinya Sri Gustahriyati. Tak banyak orang yang tahu nama asli ibu ku, sebab orang biasa memanggilnya Ibu Untung,, Ibu beruntung memiliki suami yang namanya Untung, begitu kata teman-temanya.  Ibu ku pernah bercita-cita menjadi seorang guru, makanya ia sekolah di pendidikan guru, tapi takdir tak mengizinkan ia menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa, ayah kurang setuju ibu menjadi guru. Sebab tugas pokok seorang istri adalah mengurus keluarganya, dan biarlah suami yang mencari nafkah untuk keluarga. Tapi ibu tetaplah menjadi pahlawan bagi kami semua, guru bagi kami anak-anaknya. Ibu mempunyai dasar agama yang diatas rata-rata, sebab ibu berasal dari keluarga kiayi. Ayah ibu adalah imam mesjid. Ibu ku menjadi guru ngaji ketika aku dan kedua adik ku masih berada di rumah, lama-kelaman banyak tentangga yang menitipkan anaknya untuk diajarin ngaji sama ibu. Ibu lebih sering berada di pengajian dari pada di warung sayur, ibu selalu menjadi pilihan untuk membaca doa ketika sedang arisan baik di kantor ataupun di kelompok pengajian.

Saya sendiri adalah anak laki-laki yang terlatih susah sejak kecil. Bekerja keras untuk mewujudkan mimpi, tidak pernah ingin berpangku tangan kepada orang lain. Saya memulai pendidikan formal di madrasah ketika berumur 4tahun, dengan mengendarai sepeda saya pergi ke sekolah. yaa. sepeda, Saya sangat suka bersepeda waktu kecil, menjelajah kota hingga ke pelosok kota. Saya telah menyelesaikan madrash ketika  kelas 2 SD. Di sekolah dasar saya selalu menempati posisi 5 besar di setiap caturwulan dan semester. Hampir semua guru kenal, sebab saya salah satu murid yang aktif, saya juara ke tiga olah raga usia dini di bidang bulutangkis. Satu semester saya pernah tidak mengikuti upacara bendera setiap hari senin pagi, karena menurut saya itu tidak penting, alias saya malas harus bangun pagi dan memakai atribut yang lebih lengkap dari pada hari lainya. 6 tahun saya menyelesaikan Sekolah Dasar, dan sempat ingin melanjutkan ke pesantren, namun gagal sebab saya memilih liburan dari pada daftar di pondok pesantren. Akhirnya saya melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama.

Di SMP saya juga masih seperti di SD, pintar dan aktif pergaulan saya jauh lebih luas, dan di SMP lah pertama kali saya mengenal komputer dan mulai tertarik mempelajarinya. Saya mulai kenal dengan game online, dan bermacam perangkat komputer, lalu saya mengambil kurus untuk teknisi komputer dan desain grafis yang saya selesaikan dengan nilai sangat memuaskan dari Pusdikom Kuala Tungkal. Pada saat SMP saya juga semakin menekuni olahraga bulutangkis, dan sempat jadi atlet daerah yang gagal. lalu saya mencoba untuk bermain volly dan berkat bakat dan kemampuan yang dimiliki saya masuk di tim inti bola Volly SMP 1, dan menjadi pilihan untuk mengikuti pertandingan di daerah ataupun di provinsi, meskipun di daerah kami tangguh tapi di provinsi kami keok. Studi di SMP saya menghabiskan waktu selama 3 tahun pas, dengan nilai UAN yang cukup memuaskan. Saat-saat terakhir saya di bangku SMP saya mulai memikirkan untuk melanjutkan pendidikan tapi kemana. Saya jatuh hati sama komputer, dan jatuh hati pada anak perempuan SMP sebelah. Tapi saya lebih milih menjalin cinta sama komputer. Pilihanya cuma 2 sekolah di Kota Provinsi dengan banyak pilihan sekolah jurusan komputer, atau tetap tinggal di kota kabupaten dengan satu-satu nya sekolah kejuruan yang memiliki jurusan komputer. Akhirnya setelah berdiskusi panjang dengan kedua orang tua saya, saya memilih untuk melanjutkan sekolah di SMK Negeri 1 Kuala Tungkal dan mengambil jurusan Multimedia, saya dan teman-teman adalah angkatan pertama dari jurusan ini.

Kelas 1 di SMK saya merasa dejavu dengan semua pelajaran komputer yang diajarkan, baik tentang hardware atau pun software. Itu semua sudah tak asing bagi saya, oleh karena itu saya lebih sering menjadi asisten guru-guru saya dan  membantu teman-teman saya jika ada yang kurang mengerti. Pernah saya tidak diperbolehkan mengikuti ulangan desain grafis, kata guru saya "Kamu sudah gak perlu di tes lagi." saya merasa di diskriminasi walaupun dalam hati saya seneng. haha. Saya masih menjadi primadona untuk tampil sebagai ketua kelas, dan tampil sebagai salah satu pria dengan peringkat 5 besar ketika pembagian raport. Saya di daulat jadi ketua kelas selama 3 tahun di SMK, memimpin teman-teman saya yang asik-asik.

Pengalaman organisasi saya pun menjadi semakin berkembang di SMK, setelah masuk ke organisasi pramuka tanpa kesengajaan, akhirnya saya sangat menekuni kegiatan ektra kulikuler tersebut. Dengan jiwa kepemimpinan yang saya miliki saya lebih sering di daulat menjadi Ketua Pelaksana kegiatan, 2 tahun menjadi sekretaris ambalan  pramuka SMK, lantas di lirik pula untuk membantu kegiatan OSIS meskipun bukan anggota OSIS, tapi saya juga di daulat sebagai sekretaris OSIS sewaktu menjadi sekretasis ambalan pramuka. Jadilah saya seorang yang merangkap banyak jabatan. Makanya jangan heran jika seluruh siswa angkatan 2007-2010 serta majelis guru mengenal saya, sebab saya lebih sering tampil di muka publik. Julukanya mulai dari Kakak Tergalak, sampai kakak kelas terlucu pernah saya dapatkan. hingga sekarang saya masih populer sepertinya.

Dengan rangkap jabatan yang begitu banyak saya tidak harus kwatir dengan pelajaran saya, saya tipe orang yang dapat membagi waktu dengan baik. Rangkap jabatan sudah biasa, pelajaran tetap yang utama, bahkan saya beberapa kali mewakili SMK untuk mengikuti perlombaan olah raga ataupun perlombaan lainya. Saya pernah mengikuti perlombaan desain web untuk tingkat provinsi dan menutup dengan menjadi juara 3 seprovinsi, lalu di akhir kelas 3 saya mengikuti perlombaan karya ilmiah siswa juga tingkat provinsi, dan berhasil menyabet juara 1, dan itu awal mula tradisi juara 1 Karya Ilmiah di SMK Negeri 1 Kuala Tungkal. Saya tetap menjadi pilihan utama tim volly SMK negeri 1, dan ya tetap seperti waktu SMP, di daerah kami juara di tingkat provinsi kami selalu keok. mungkin bakat saya tidak di volly.

Saya menutup masa putih abu abu dengan banyak kenangan manis yang tidak akan pernah saya lupakan. Di semester akhir saya menjadi juara k-2 di kelas, saya selalu kalah dari pacar saya yang selalu menjadi juara pertama.. Tapi tetap karena saya sangat cinta dengan komputer, nilai kejuruan saya tertinggi saat itu se SMK Negeri 1. hehe. Sebagai salah satu aset kebanggaan sekolah tentu saya ditawari banyak perguran tinggi provinsi untuk melanjutkan sekolah di sana. Tapi setelah saya mempelajari pola kehidupan dan pola belajara masyarakat di tempat saya tinggal, dan kualitas pendidikan di sana yang saya rasa kurang begitu berkembang dan rasa cinta saya sama komputer yang begitu mendalam. Akhirnya saya putus kan untuk merantau ke Jogja, dan mendarat lah di salah satu kampus terbaik di Indonesia, kampus ungu tempat kuliahnya orang-orang berdasi.

Di tempat ini lah saya menggapai beberapa impian saya, untuk pertama kalinya saya melihat gagahnya Gunung Merapi di pagi hari, kuliah di kampus yang luar biasa. Kehidupan kuliah saya habis kan seperti layaknya mahasiswa lainya, tapi saya mulai menemukan hobbi baru ya itu Photography dan Jurnalistik. Saya bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Journal STMIK Amikom Yogyakarta yang lebih akrab dikenal LPM Journal. 2 tahun lebih bersama awak media kampus ini saya mendapati pelajaran banyak tentang dunia jurnalistik. dan saya mulai berselingkuh dari komputer dan lebih memerhatikan photography dan jurnalistik saya mulai mencintainya, dan selalu ingin bersama nya.

Saya tidak mengabaikan sepenuhnya komputer saya terus mempelajarinya bahkan saya terus menempuh beberapa kusrus untuk memperdalam sayang sama komputer di antaranya Kusrus Aplikasi Komputer Jaringan, serta kursus Arsitektur Desain yang keduanya saya selesaikan dengan nilai Good dan Excellent. Selain itu saya juga mulai merintis usaha di bidang komputer dengan menjadi salah satu Owner dan Manejer di Apra.net, usaha yang saya mulai sejak kuliah semester 3  dan sampai saat ini masih dalam kondisi yang stabil setelah banyak warnet-warnet lain berguguran. Saya terus menekuni hobby Photography untuk mengasah keterampilan dan pergaulan. Saya masuk dalam lingkungan Forum National Geographic Indonesia Regional Jogja, disana saya kenal dengan banyak photographer terkenal sebut saya pakde Dwi Oblo salah satu fotographer andalan kotak kuning di Jogja, serta mas Widhi Bek Directure Landscape Indonesia dan beberapa jajaran redaksi National Geographic Indonesia, mas Dion, mas Yudi, mas Yuda dan beberapa lainya.

Jurnalistik mengajarkan saya banyak hal, utamanya adalah menjadi seseorang yang skeptis dan mencari kebenaran secara berimbang, Indepent, bebas tidak berpihak. Sementara photography mengajarkan saya untuk melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang agar tidak membosankan.

Cita-cita saya sampai saat ini masih ingin menjadi seorang wartawan, saya yakin dengan kemampuan yang saya miliki saya bisa menjadi seorang wartwan yang handal. Tapi kedua orang tua saya masih menginginkan saya menjadi seorang pegawai negeri sipil (baca : http://sikenarok.blogspot.com/2014/09/aku-disuruh-jadi-pns-kok-gak-mau-ya.html )
tapi mereka demokratis kok, menyerahkan pilihan kembali sepenuhnya sama saya, mereka hanya menyarankan yang menurut nya baik. gak ada salahnya kan..

Setelah lulus kuliah saya melamar di beberapa perusahaan, mulai dari perusahaan pialang berjangka dan saya terpaksa mengundurkan diri meski sudah traning 1 hari karena pekerjaannya bertentangan dengan hati saya, beban mental yang teramat berat kepada orang lain dan tidak memiliki win win solution. Kedua saya melamar sebagai editor di sebuah perusahaan tv lokal sampai tahap interview dan gak tau lagi kelanjutanya, ketiga saya melamar di perusahaan percetakan di terima tapi gak segera saya ambil. karena saya keburu di panggil interview di sebuah surat kabar harian nasional, disana juga saya di terima tapi saya terpaksa menolak karena jauh banget, terus saya juga masih berharap untuk menjadi editor di tv lokal sebelumnya. Setelah menunggu sekian lama tak ada panggilan juga akhirnya saya memutuskan untuk mengambil pekerjaan di percetakan dan menjadi desian grafis.

5 bulan bekerja disana, dengan kondisi manajemen yang semarawut dan pekerjaan yang gado-gado, saya tidak betah. Sebab selain menjadi desain saya diberi tanggung jawab untuk megang bagian photography, web, bahkan kadang juga marketing, bahkan juga kadang operator cetak. Setelah saya berdiskusi dengan pimpinan berharap ada perbaikan pola kerja dan sistem kerja yang lebih baik, tapi saya tunggu-tunggu ternyata tidak ada perubahan akhirnya saya putuskan untuk mengundurkan diri.

Setelah mengundurkan diri dari perusahaan tersebut saya lebih selektif untuk melamar pekerjaan. saya khususkan untuk melamar di media karena saya masih ingin menjadi wartawan. Sambil mencari dan menunggu saya menyibukan diri dengan mengurus warnet saya, dan membuat portofolio photography saya dan mencoba bekerja sebagi travelwriter dan  photographer freelance. Karya photography saya bisa di lihat di www.thdpranata.com

Jangan percaya sama CV saya, saya bisa melakukan lebih dari apa yang didokumentasi kan di daftar riwayat hidup. Beri saya kesempatan hanya itu yang saya inginkan, training atau uji coba mungkin itu lebih baik untuk bapak dan ibu melihat kemampuan seorang karyawan. Tidak dengan melihat latar belakang pendidikanya atau pun nilai-nilainya. Saya tipe orang yang mudah belajar dan cepat memahami hal baru. Aktif dan tidak bisa diam, yang menyukai pekerjaan lapang, karena saya bosen jika harus seharian duduk di balik meja. Saya tidak mengharapkan gaji yang sangat besar asalkan cukup untuk kebutuhan saya, serta sesuai dengan tanggung jawab kerja yang di berikan saya sih oke oke saya.

Demikan penjelasan singkat tentang diri saya jika anda tertarik kepada saya, silahkan hubungi saya melalui email franzsikenarok@gmail.com

Terimakasih.


 

Gadget

Jaman sekarang siapa yang gak punya gadget, perangkat elektronik kecil yang punya fungsi khusus lebih dari kopasus, lebih di butuhin dari pada pacar, lebih sering deket dari pada gebetan dan kadang juga menyebalkan kayak mantan.

Gadget dibutuhin sebagai alat untuk memudahkan aktifitas kita sehari-hari, mulai dari kebutuhan komunikasi sampai kamar mandi. Mulai dari pagi sampai pagi lagi. Kalau gak punya pacar sih biasaa, tapi gak punya gadget itu baru gak biasa. Tapi kita tak membahas gadet lebih jauh, tapi kita bahas gadget dari bangku penonton.. lah kok?? 

--- Jogja hari kemarin, 18 Juni 2014


Acara ArtJog 2014 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) masih belangsung. Acara yang telah di mulai sejak tanggal 7 Juni ini akan berakhir pada 24 Juni 2014. Aneka karya seni dipamerkan, mulai dari patung yang terbuat dari karung goni, sampai lukisan-lukisan karya seniman ternama. Aku tak heran dengan acara seperti ini, sebab inilah Yogyakarta, kota pelajar nan berbudaya, yang mempertahankan tradisi di tengah modrenisasi. Ini lah Jogja Istimewa.

Tujuan utama ku hari ini adalah melihat Art Jog. Tapi apa dikata, bonus menyapa di gerbang pintu masuk, Spanduk besar bertuliskan Ketoprak horor pun segera menyapa ku dan teman ku. Seketika itu pula, aku berniat menontonya, kebetulan sudah lama tak melihat pertunjukan sandiwara lama seperti ini, biasanya FTV itu pun di tipi. Meskipun bukan drama romantis tapi ketika itu adalah budaya bangsa sendiri, semua terasa bermakna. 

Pukul 19.00 WIB. antrian mengular di depan pintu masuk Gedus Societet Taman Budaya, sementara aku dan teman ku berada di luar barisan, sebab tak dapat menunjukan sms dari panitia untuk mendapatkan free shit pertunjukan malam ini. Berdiri bersama belasan orang lain yang bernasib sama, terasa seperti pengemis menanti belas kasih dari panita agar di izinkan masuk meskipun berdiri tak apalah. Sudah pegel kaki ku berdiri setengah jam lebih, menanti kabar baik datang. Seorang panitia berkata pelan, "Nanti semua bakal masuk mas, tapi sabar dulu tunggu yang free shit udah semua" aku pun lega sembari memalingkan wajah ku dari mbk panita yang menyeramkan.

Dulu sewaktu mempunyai kartu ajaib aku tak perlu mengantri seperti ini, tunjukan kartu lantas boleh masuk. tapi sekarang aku hanyalah rakyat jelata dari kumpulan terasing yang kesepian. Ingin menyaksikan budaya sendiri saja aku harus berkorban lebih sulit dari pada nonton budaya asing. 

Setelah satu jam kurang 10 menit berdiri, kami pun berdesak-desakan masuk kedalam. Mencari kursi yang masih tersisa untuk menempelkan pantat pada kursi yang sedikit empuk dan menyandarkan punggung pada sandaran yang nyaman. Tak dapat kursi di barisan depan tak apa, di belakang juga tak masalah selama di samping ku ada kamu.. ^_^ iyaa kamu... kamuu ?? 

Wanita itu permisi dan duduk di satu kursi yang tersisa di samping ku.  Dengan gadget menyala yang ia gunakan sebagai penerangan ia lewat di depan ku. Seketika pula aku mulai kawatir akan gadget yang menyebalkan itu, sebab dahulu aku sering melihat pertunjukan seperti ini dan masalah utama yang gak pernah kelar adalah tentang gadget. Mungkin lebih baik di setiap pertunjukan dikasi peringatan "mohon gadgetnya di non atifkan, demi kelancaran dan kekhusukan kita semua", seperti di mushola.

Ada saatnya gadget itu menjadi barang yang sangat menyebalkan bagi orang lain, salah satunya ketika pertunjukan panggung di dalam ruangan seperti ini. Sewaktu masih suka sama photographi aku selalu kwatir suara kamera ku menggagu penonton lainnya apa lagi jika menggunakan flash. Sebab itu pula aku tak banyak punya stok foto pertunjukan di ruangan. Tapi sekarang hal-hal sederhana seperti itu sudah mulai memudar seiring perkembangan teknologi. Sudah banyak tulisan yang membahas tentang etika photographi, karena itu saya gak akan membahasnya di sini. tapi kita akan singgung sedikit tentang etika gadget.

Awal pertunjukan tak terlalu ku nikmati, sebab, meskipun penerangan di ruang pertunjukan sudah dimatikan (kecuali lampu-lampu untuk pertunjukan) tapi ruang ini masih terasa terang, karena penonton asik memainkan gadgetnya, whatsaapan, bbman, facebookan, dll.. aku jengkel tapi ku mencoba sabar, berharap cahaya tak diharapkan itu meredup dan syukur-syukur kalau menghilang.

Namun pada akhirnya, sabar dan maklum ku di era kritis dan terpaksa aku harus menegur seorang wanita di sebelah teman ku. Aku tak perduli seberapa cantik wajahnya, seberapa keren gadgetnya bahkan aku juga tak perduli kalau cowok yang duduk disebelahnya itu adalah pacarnya. "Maaf mbk hape nya." dan seketika itu pula wanita itu membalik handphonenya agar cahayanya tak lagi menyebar kepenjuru mata. 

Saat itu aku menyadarkan satu orang sementara di barisan depan masih banyak yang tinggi mengangkat gadget ukuran jumbonya, mengabadikan pertunjukan dengan kilatan cahaya. Tiba-tiba aku teringat pada free konsernya Pas Band di Solo yang beberapa tahun lalu aku saksikan. tak kulihat cahaya handphone mengabadikan konser di depan panggung, yang ada hanya tangan yang diangkat keatas sembari di gerakan serempak mengikuti irama. Seketika itu pula seorang teman berkata "Menonton hal seperti ini sudah jarang, apa lagi di Jakarta,  coba aja ini konser berbayar, mungkin akan lebih banyak handphone yang bergoyang dari pada tangan".

Kita sangat membutuhkan teknologi, tapi jangan sampai kita menjadi autis dan menghilangkan harmonisasi sosial dengan sekitar. 


 

Resign

Hari ini terasa sedikit berbeda, pagi hari begitu cerah dan siangpun mentari masih gagah memamerkan sinarnya ke penjuru kota. Namun tiba-tiba di sore harinya tak ada jingga ku dapati di ufuk barat, setelah gelap menyergap dan angin kencang menderu. Lantas tumpahan rahmat dari angkasa yang turun membasahi bumi perlahan, namun pasti. Ku ketahui rahmat itu tak turun merata, hanyaa sebagian saja yang menyicipinya. Mungkin awan sedang enggan mengguyur manusia lebih lama dengan air nya. 

Resign...

Status BBM ku, bukan tanpa sebab aku membuatnya..
Lembaran-demi lembaran yang ku bolak-balik setelah ku baca, menguatkan hati ku menulisnya.
Sudah lama ku simpan dalam draf kata itu, berharap tak secepat ini ku publish ke media
ah, seperti orang penting saja diri ku.
Tapi hari ini kata itu adalah awal dari langkah yang harus ku lakukan,
Setelah semua tak lagi indah seperti yang ku bayangkan dulu.

Meskipun atap mampu meneduhkan ku dari hujan, 
tapi sekat membuat ku harus merasa resah berhimpit pada yang lain,
mengamankan diriku agar tak basah ajaa sulit, apa lagi aku harus meneduhkan mu..
Sendiri mungkin bagi ku cukup berteduh di bawah naungan atap ini, tapi berdua.
Aku butuh tempat yang setidaknya cukup untuk kita berdua.

Mungkin kah aku terlalu realistis atas hidup ku saat ini.
Apakah ini sudah saatnya aku serius membuat jalan ke masa depan ku.
sendiri mungkin ku nyaman tapi tak selamanya aku sendiri.
bagaimana nanti membangun istana jika pasir saja aku tak punya,
Mungkinkah aku mesti keluar dari nyaman k, berhenti berteduh pada kecukupan sendiri saja dan mulai memikirkan mencukupi masa depan ku.

Resign,... Kata ini mungkin akan segera terangkai dalam surat ku.
Surat resmi yang akan ku tujukan pada atasan ku,
Sebab aku bukan lah seperti aku yang pertama kali datang mengantarkan lamaran dan berdialog seperti dulu.
Ketika pertama kali datang dulu yang ku ingin adalah pengalaman dan pelajaran. 
Tapi kini, aku datang dengan perhitungan matang, setelah sekian lama aku menjadi bagian dari satu kesatuan perusahaan yang ku katakan tak ramah pada karyawan. 
Kita tak bicara soal personal, tapi tentang managerial yang gagal.
Aku tau sebab aku punya pengalaman untuk itu.
Ketika tanggung jawab bertambah, kenyamanan berkurang dan pemasukan tak lagi dirasa memadai
maka tuliskan kata Resign pada surat mu, dan tunjukan pada atas mu.
Mungkin itu akan lebih baik dari pada kamu terus bertahan setengah hati pada kondisi yang tak menentu.

Aku masih percaya, ketika Tuhan menutup satu pintu rezeki.
maka sesunguhnya Ia telah membuka banyak pintu rezeki yang lainya. 
Bahkan ia sendiri telah menjamin rizki buat seluruh umatnya,.
Hanya saja kita mau atau tidak untuk masuk ke dalam pintu rezki yang telah ia buka kan..

Sebenarnya aku tak harus menulis kata Resign pada surat ku,
andai saja mereka mau sedikit realistis atas apa yang mereka beri terhadap apa yang ku butuhkan.
hahaha.. Aku mungkin sekarang sedikit matre ya..
sebab nantinya wanita ku tak ingin hanya makan nasi dan garam saja..
dan aku pun tak ingin hanya ada teh tanpa gula di pagi hari yang cerah.

 

Ironi Negeri Gemah Ripah

Seperti hari-hari biasanya, lelaki tua yang berumur antara 60-70 tahun itu datang ketempat ku kerja. Seperti biasanya pula ia mengenakan celana setinggi lutut, topi serta trash bag ukuran ukuran besar. Ia berjala dari arah barat dengan menarik gerobak warna kuningnya. Lalu langkahnya memasuki pintu kantor ku, security pun bergegas membukanan pintu untuknya, berupaya ramah karena bapak itu juga ramah terhadap kami. Meskipun aku tak tau siapa namanya, dan kebanyakan orang kantor pun tak tau namanya.

Ia berjalan ke gudang belakang menuju tempat sampah yang ada di setiap ruangan, lalu memindahkan isinya kedalam trashbag yang ia bawa. Apa saja yang ada di dalam tempat sampah itu ia masukan. kertas, plastik, botol minuman, dan sampah-sampah lainya. sekiranya ia tak kuat lagi mengangkat trashbag, ia akan menyeret trasbag itu, hingga terdengarlah suara perpaduan antara trashbag dan keramik.

Sebelum pulang ia berhenti untuk mengumpulkan sampah dari 3 tempat sampah yang ada di ruanganan ku. Teman-teman seolah senang ketika bapak itu datang, karena satu masalah terselesaikan dan tempat-tempat sampah pun siap dipenuhkan kembali. Tak lama lelaki tua itu mengumpulkan sampah di kantor ku, lalu ia keluar dan menaruh sampah yang ia kumpulkan di gerobaknya, sama seperti hari-hari sebelumnya.

Tapi hari ini sedikit berbeda, setelah ia keluar dari kantor lantas tak langsung ia beranjak pergi. Tiba-tiba dari balik kaca ku melihat seorang yang lebih muda menghampirinya dengan wajah yang kurang bersahabat. Lelaki yang lebih muda itu datang dengan membawa sepeda motor lengkap dengan dua keranjang di bagian belakang motornya, serta seorang anak kecil duduk di depan. Kulihat dari jauh percakapan sepertinya serius, tapi tak satupun dari kami mencoba menengahi, bahkan security yang berjarak hanya 5 langkah dari dua laki-laki itu terlihat berdiam diri sambil sesekali berbicara pada tukang parkir kantor ku.

Tak satupun kata ku dengar, karena ruangku dan luar tertutup kaca rapat. Dari dalam ku lihat tempo percakapan semakin tinggi, dari tingkah pria yang lebih muda menunjukan bahwa ia sedang marah pada pak tua, tetapi pak tua hanya diam saja, bahasa tubuhnya terlihat sabar dan tenang, namun raut wajahnya ia tampak bingung, mungkin ia sedang mencerna apa yang lelaku muda itu katakan.

Beberapa menit berlalu pak tua pergi meninggalkan lelaki muda itu bersama motor dan anak kecilnya. Kemudian security kantor ku kembali ke dalam kantor, aku pun bertanya apa yang terjadi. Dengan bahsa sederhana security menjawan "Masalah sampah mas,.." aku pun terdiam sejenak dan berpikir..

Apakah dunia semakin edan, di negeri ini untuk mencari yang haram aja sulit apa lagi yang halal. Pekerjaan yang dirasa rendah terkadang menjadi pekerjaan yang justru paling susah di kerjaan. Ironi negeri ku ketika genderang perang capres dan cawapres di tabu, ketika pesta tengah digelar, masih ada tuan rumah yang mengais-ngais hidup dari tempat sampah. Janji mu kini, mungkin akan kau ingkari, karena kau tak kenal siapa kami, semacam mahkluk pelengkap sempurna mu, kau mengingat kami saat kau butuh hak kami, tapi kau lupakan kami ketika kau sudah mendapat hak mu, mereka mengais yang halal dari tempat yang kau bilang haram. Berebut kotoran dari sisa-sia yang kau abaikan, bahkan mereka meregang nyawa karena berebut kotoran yang kau anggap hina.

 

Imaji Indonesia Sesi II, Pembakaran Gerabah

Matahari beranjak tinggi, hampir tepat berada di atas kepala. Sinarnya terasa sangat panas ketika langsung berhadapan dengan kulit. Patutlah jika peluh mulai membasahi wajah pada pemilik tubuh yang lelah karena sejak pagi telah mengabadikan aktifitas penduduk membuat gerabah.

Di pasar desa Klipoh yang tak begitu besar, kami segenap panita dan peserta Kontes Foto Imaji Indonesia duduk berteduh di bawah aula desa Klipoh sembari berfoto selfie, bercengkrama, berbagi cerita, ada pula yang sedang sibuk mengutak-atik gadget nya untuk mengupload foto di Google +, dengan hastag #IndonesiaOnly #FotoKita dan #Borobudur sebagai syarat dan ketentuan kontes foto ini.
Peserta Kontes Foto Imaji Indonesia Sedang foto Selfie di Aula Desa Klipoh. Foto | Franz

Sebenarnya kontes foto sesi pertama masih menyisakan waktu 30 menit lagi. Namun sepertinya peserta merasa sudah lelah dan sudah cukup puas mengabadikan proses pembuatan gerabah di desa Klipoh, sehingga beberapa orang dari mereka kembali ke Gallery tanpa sepengetahuan panitia. Alhasil, mempertimbangkan situasi dan kondisi yang terjadi, panitia mengarahkan peserta untuk kembali ke Gallery untuk bersitirahat siang sembari sharing hasil kontes foto sesi pertama dengan photographer senior mas Dwi Oblo atau yang akrab di sapa Pakde.

10.30 susana di Gallery riuh dengan canda serta aktifitas peserta yang tengah beristirahat. Tak lupa sajian makanan ringan yang telah disiapkan oleh pengelola desa wisata Klipoh. Sembari menikmati Bajigur yang katanya makanan tradisional dengan segelas teh atau kopi, perserta saling berbagi pengalaman bersama editor Majalah National Geographic Traveler mas Bayu Dwi, Photographer National Geographic Indonesia mas Yunaidi, serta mas Dwi Oblo. Sharing pun berlangung seru, meskipun menggunakan kamera yang terdapat di smartphone namun peserta mampu menghasilkan ratusan gambar yang menarik.

Selepas makan siang dengan menu sederhana, yaitu ayam goreng, gudangan dan sambel krecek peserta kembali melanjutkan kegiatan. Pemotretan Sesi II. Sesi kedua adalah mengabadikan proses pembakaran gerabah di Desa Klipoh. Proses pembakaran gerabah di desa klipoh ini masih terbilang tradisional, yaitu dengan menggunakan dedaunan kering serta jerami kering.

Jerami Kering yang Digunakan untuk Pembakaran Gerabah. Foto | Franz


Ada dua tahapan pembakaran. Pembakaran pertama dilakukan di lokasi penjemuran dan berlangsung tak lebih dari 10 menit. Proses pembakaran pertama di lakukan di tempat penjemuran gerabah, Pembakaran pertama ini bertujuan agar gerabah yang telah di jemur tidak pecah ketika dibakar dengan suhu tinggi pada proses pembakaran kedua. Proses pembakaran yang kedua dilakukan di tempat pembakaran yang berbentuk seperti gubuk, biasa nya satu tempat permbakaran digunakan oleh 5-7 orang pengerajin gerabah.
Gerabah yang siap untuk dibakar di tempat pembakaran. Foto | Franz

Kepulan asap membumbung tinggi ketika proses pembakaran berlangsung. Hawa panas akibat api yang menyala menjadi hal yang biasa bagi para ibu-ibu yang sebagian besar melakukan proses pembakaran gerabah. Dengan kipas anyaman yang berukuran besar, ibu-ibu paruh baya itu mengipas api agar merata membakar seluruh gerabah. Setelah dibakar tak lantas gerabah ini dapat dijual, gerabah harus didiamkan semalam agar dingin terlebih dahulu, baru lah siap untuk dijual di pasar atau pada tengkulak.

Ibu yang sedang memanaskan gerabah sebelum di masukan ke tempat pembakaran. Foto | Franz


Jerami telah menjadi abu, bara api masih menyala merah di tempat pembakaran. Beberapa peserta sibuk bercengkrama dengan pengerajin gerabah yang sebagian besar tak menguasai Bahasa Indonesia. Sebagian lagi duduk berteduh mengistirahatkan tubuh di tempat teduh. Mungkin karena masih terasa kenyang ditambah lelah membuat aktifikas peserta pada siang hari itu tak seaktif waktu pagi tadi. Sembari leyeh-leyeh mereka mengunggah foto-foto hasil sesi II ini ke Google +.

Gerabah. Foto | Franz


Kami harus bersiap ke Sesi III dan membiarkan gerabah dingin terlebih dahulu di tungkunya, sebab kami tak punya waktu jika harus menunggu esok pagi ketika gerabah benar-benar dingin. Menjelang sore peserta berjalan beriringan menuju ke Bus yang akan membawa mereka ke spot pemotretan sesi III. Tempatnya adalah Candi Mendut yang berjarak sekitar 15 Km dari Desa Klipoh.

Candi Mendut. Magelang, Jawa Tengah. Foto | Franz

Di dalam bus tak banyak suara yang terdengar, peserta lebih banyak berinteraksi dengan gadgetnya untuk memenuhi syarat kontes foto ini. Saya pun membiarkan yang terjadi, sembari mengistirahatkan tubuh yang mulai lelah. saya pun mencoba mengunggah foto-foto dari smartphone saya ...

Uploading....

Anak-anak penduduk Desa Klipoh, Karanganyar, Borobudur yang sedang bermain dengan seekor kambing di daerah persawahan. Foto | Franz

Peringatan "No Climbing" yang artinya dilarang memanjat Candi Mendut. Foto | Franz


Connection Error 404.. haha....
 

Imaji Indonesia Sesi I, Pengerajin Gerabah




Pagi itu matahari belum lagi muncul di ufuk timur kota ini. Gelap malam belum lenyap dan dinginnya udara masih mendekap kebanyakan orang untuk terlelap. Tapi tidak dengan kami. Hari itu 7 Juni 2014, saya dan beberapa teman yang mungkin baru saja tidur beberapa jam yang lalu harus bangun dan memaksa tubuh ini bergerak lebih gesit dari pada biasanya. Tak perduli dingin malam mendekap serta kantuk yang masih enggan berpindah.
#IndonesiaOnly dari abu-abu sisa pembakran gerabah

Pukul 03.00 Wib aku bangun dan mengulet sebentar di tempat tidur ku. Rasa malas untuk bergerak ke kamar mandi pun makin erat mendekap, tapi apa daya tugas menanti dan harus diselesaikan hari ini. Nyaman dalam tidur atau melewatkan pengalaman luar biasa hari ini? ahhh aku tak ingin. Oleh karena itu lekas aku bangun dan ku ambil alat mandi, segera ku segarkan diri  dengan air yang dingin sembari berharap kantuk juga turut pergi bersama air yang mengalir.

Tugas ku kali ini adalah menjadi panitia dan pemandu sahabat-sahabat National Geographic Indonesia untuk even Kontes Foto Imaji Indonesia. Roundown acara telah di sepakai bahwa kami berkumpul di Terminal Bus Jombor, Yogyakarta, pukul 04.00 Wib. Karena nantinya pukul 05.00 Wib bus pariwista yang kami gunakan akan segera bertolak menuju Desa Wisata Klipoh, Karangayar, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Tempat kontes Foto Imaji Indonesia itu dilaksanakan.

Satu persatu peserta mulai berdatangan menghampiri kami. Mereka datang dari berbagai latar belakang, berbagai usia, dari yang muda hingga yang tua, dari mahasiswa sampai ibu rumah tangga semua berkumpul dengan wajah yang ceria meskipun hari itu masih hari sabtu dan beberapa di antara mereka terpaksa mengambil cuti untuk event ini termasuk saya. haha

Beberapa menit molor dari jadwal karena kendala teknis, tapi tak menyurutkan semangat kami sebagai panita untuk memberikan yang terbaik pada peserta. Snek pagi yang berisi bolu, lemper kacang serta cemilan pun kami bagi satu persatu kepada peserta sebagai sarapan pagi sembari mengarakan mereka masuk ke dalam bus pariwisata yang siap mengantar kami semua.

Pukul 05.10 bus mulai bergerak perlahan keluar dari terminal dan menjauh dari kota Yogya. "Selamat Pagi dunia," ucapku dalam hati. Bus melaju hingga memasuki kawasan Candi terbesar se Asia ternggara, Borobudur, salah satu dari 9 keajaiban dunia. Tapi bus masih tetap melaju melewati jalan yang tebilang kecil untuk di lewati bus segede gaban itu sehingga ketika berpasan dengan kendaraan lain salah satu dari kendaraan itu harus mengalah dan minggir sepinggir-pinggirnya.

Sesampainya di Desa Klipoh, Karanganyar, Borobudur kami disambut dengan kabut yang masih menyelimuti perbukitan, dari kejauhan mentari tampak bulat sempurna dengan warna yang kuning telur ayam kamung. aargg indahnyaa, di pinggir jalan anak-anak sekolah berjalan berbaris menuju sekolah untuk menuntut ilmu, kehidupan pedesaan pun begitu terasa tak kala hamparan sawah yang kering mulai di garap oleh petani-petani yang tak lagi terlihat muda. "Ini musim kemarau, tapi masih ada saja yang menanam padi di tanah yang mengering," aku berkata lirih pada diriku.

Sawah penduduk desa Klipoh, Karangayar, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah


Laju bus tak semulus wajah manis peserta kontes foto, sebab ukuran bus yang besar menyulitkan bus untuk melewati belokan di jalan kampung, al hasil beberapa menit bus maju mundur mengatur sudut untuk dapat lolos dari persimpangan. Terasa kurang efektif kami selaku panita terpaksa menurunkan peserta lebih jauh dari check point yang awalnya di tentukan. Sungguh luar biasa, tidak ada keluhan dari peserta justru mereka sangat bersemangat berjalan kaki menuju Gallery tempat berkumpul dan pembukaan even Imaji Indonesia. Sambil sesekali peserta memotret aktifitas pagi penduduk sekitar serta pemandangan alam Desa Klipoh.

Di Gallery Editor Majalah National Geographic Traveler, mas Bayu Dwi sudah menanti peserta dan siap untuk membuka kontes foto Imaji Indonesia. Tak berlama-lama karena mempertimbangkan mentari yang kian terik, lagi pula saat itu bukan waktunya mas Bayu untuk sharing, akhirnya peserta pun dilepas untuk memulai berimajinasi dengan mengabadikan aktifitas penduduk sekitar yang berprofesi sebagai pengerajin Gerabah.

Peserta di bagi menjadi 10 kelompok dan masing-masing kelompok di pandu oleh 1 pemandu. Sesi pertama adalah aktifitas pembuatan gerabah oleh masyarat desa Klipoh. Penduduk di Desa klipoh ini sudah membuat grabah sejak beberapa ratus tahun silam, bahkan mungkin sebelum Candi Borobudur di dirikan. Ada relief di Candi Borobudur yang mengambarkan bahwa dahulu kala penduduk disekitar Borobudur telah memulai aktifitas pembuatan gerabah. Uniknya, penduduk sekitar masih menggunakan alat-alat yang sangat sederhana untuk membuat gerabah.

Peserta kontes foto Imaji Indonesia sedang mengabadikan ibu yang sedang menyusun gerabah untuk di bakar. Foto : Frans


Peserta Kontes Foto harus melewati lorong-lorong yang merupakan celah antara rumah penduduk yang masih sangat sederhana. Rumah yang sebagian masih berdinding gedeg dan beberapa rumah yang terbilang sudah permanen. Pagi itu di teras rumah sederhana, para wanita paruh baya sudah memulai aktifitasnya membuat gerabah. Ada yang membuat panci, ada pula yang membuat cobek untuk wadah makan, di lain rumah ada yang membuat kedil tempat ari-ari yang nanti nya akan di kirim ke puskesmas atau rumah sakit. Kendil-kedil itu mereka jual kepenadah dengan harga Rp.2000 rupiah kepada penadah harga yang terbilang sangat murah jika di bandingkan teman-teman membelinya di pasar yang di bandrol dengan harga tak kurang dari Rp.15.000.

Proses penjemuran kendi, sebelum memasuki tahap pembakaran. Foto | Frans

Tangan-tangan trampil mereka telah sangat akrab dengan tanah hingga tanah pun menurut saja mereka bentuk. Namun sayang, bagian dari sejarah yang harusnya di berdayakan harus berakhir kembali menjadi tanah. dan mungkin nanti hilang terhapus modrenisasi dan mungkin pula mereka akan terkenang melalui relief-relief di sisa-sisa peradaban.

Jerami untuk pembakaran gerabah. Foto | Frans







Pengerajin gerabah yang bersiap melakukan proses pembakaran gerabah. Foto | Frans

Cobek.



Bersambung..... 


 

Ken Arok dan Ken Dedes

Sebut saja aku Ken ARok, karena aku pun menyebut diriku sendiri begitu.
Mungkin kalian pernah mendengar nama ku, tapi sedikit sekali kalian mendengar akhir ku.
Yang kalian dengar mungkin aku adalah sosok yang dingin, kerjam, serakah,
yaa aku lah Ken Arok yang terkenal karena Empu Gandring dan Ken Dedesnya..

Stop bercerita pada masa lalu ku yang kelam, dan mungkin masa ku yang sekarang juga tak kalah suram
Sejak awal sebenarnyaa sudah dapat ku terka kemana kisah ku akan berakhir, ada tanda yang tak biasa tapi harus tetap aku jalani titah nya. Titen dengan yang terjadi membuat aku memahami setiap petunjuk yang Maha Kuasa berikan. 

Mungkin kelak aku akan menyesal menggunakan nama Ken Arok, sebab kisah cinta nya yang tragis, seperti kisah cinta nya pada Ken Dedes yang kandas. Tapi mungkin aku akan bangga menggunakan nama Ken Arok sebab, kisah cinta nya menurunkan kisah-kisah bersejarah di bumi nusantara. 

Aku, Ken Arok di abad milenium yang becinta pada Ken Dedes di tanah sebrang. Awalnya kisah ini romantis, hingga seluruh penjuru nusantara mengingat nya. tapi lama-lama menjadi tragis, hingga seluruh nusantara bertanya-tanya.