"....aku udah mutusin,
aku gakan milih siapa-siapa,
kayaknya aku lebih sendiri saat ini.
dan aku gakan bikin kamu sakit lagi.."
Menunggu Pagi _ Peterpan yang menemani ku menghabiskan malam dalam pikir yang tak kunjung ku mengerti.
Aku terjebak dalam sebuah perasaan yang aku tau salah. Tapi tak mungkin aku menghidar, jangan kan menatapnya, berbicara padanya sajaa aku tak sanggup, apa lagi melihat air mata itu menetes jatuh di pipi. ah sudahlah, rasanyaa itu lebih dari pisau tukang jagal.
Mungkin aku yang salah, atau mungkin keadaan yang salah, atau kita yang telah berubah dan tak menguasai keadaan. Aku sadar aku bukan lah yang dulu lagi, dan kamu bukan pula kamu yang dulu, semua tumbuh, semua dewasa, mencari nyaman nya masing-masing serta mencari sandaranya masing-masing, begitu pula aku, atau pun dirimu.
Percuma ku sembunyikan rapat-rapat jika pada akhirnya semakin membuat sesak, luka itu masih membekas meskipun sudah lama mengering, tapi sesekali masih ku rasa sakit pada bekas luka yang sama, begitu nyeri tapi tak kubiarkan orang lain tahu, ku simpan rapat sebagai draf yang suatu saat dapat ku gunakan untuk mengobati sakit ku.
Tapi aku lupa, karena aku telah nyaman pada rasa sakit itu dan aku belajar untuk tak terlukan lagi. Aku selalu percaya Karma, tapi aku tak pernah bisa menghindarinya. Hingga kini keadaan memaksa ku menjadi tolol, memilih sama artinya meyakiti, terus menjalani juga sepertinya tak akan lebih baik, menghilang dalam gelap tak pula pantas untuk dilakukan karena ku bukan pecundang yang tak bertanggung jawab, aku memilih memasang bom sendiri pada raga ku, aku bukan jihadis tapi aku pikir biarlah ia tahu dengan sendirinyaa biarkan ia pula yang menentukan hukuman bagi pendosa ini.
Tak ada sebab yang tak punya akibat, itu lah yang harus kamu tau sebelum ku benar-benar memilih sendiri dan tak tau kapan kembali.
0 komentar:
Post a Comment