Pagi itu matahari belum lagi muncul di ufuk timur kota ini. Gelap malam belum lenyap dan dinginnya udara masih mendekap kebanyakan orang untuk terlelap. Tapi tidak dengan kami. Hari itu 7 Juni 2014, saya dan beberapa teman yang mungkin baru saja tidur beberapa jam yang lalu harus bangun dan memaksa tubuh ini bergerak lebih gesit dari pada biasanya. Tak perduli dingin malam mendekap serta kantuk yang masih enggan berpindah.
#IndonesiaOnly dari abu-abu sisa pembakran gerabah |
Pukul 03.00 Wib aku bangun dan mengulet sebentar di tempat tidur ku. Rasa malas untuk bergerak ke kamar mandi pun makin erat mendekap, tapi apa daya tugas menanti dan harus diselesaikan hari ini. Nyaman dalam tidur atau melewatkan pengalaman luar biasa hari ini? ahhh aku tak ingin. Oleh karena itu lekas aku bangun dan ku ambil alat mandi, segera ku segarkan diri dengan air yang dingin sembari berharap kantuk juga turut pergi bersama air yang mengalir.
Tugas ku kali ini adalah menjadi panitia dan pemandu sahabat-sahabat National Geographic Indonesia untuk even Kontes Foto Imaji Indonesia. Roundown acara telah di sepakai bahwa kami berkumpul di Terminal Bus Jombor, Yogyakarta, pukul 04.00 Wib. Karena nantinya pukul 05.00 Wib bus pariwista yang kami gunakan akan segera bertolak menuju Desa Wisata Klipoh, Karangayar, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Tempat kontes Foto Imaji Indonesia itu dilaksanakan.
Satu persatu peserta mulai berdatangan menghampiri kami. Mereka datang dari berbagai latar belakang, berbagai usia, dari yang muda hingga yang tua, dari mahasiswa sampai ibu rumah tangga semua berkumpul dengan wajah yang ceria meskipun hari itu masih hari sabtu dan beberapa di antara mereka terpaksa mengambil cuti untuk event ini termasuk saya. haha
Beberapa menit molor dari jadwal karena kendala teknis, tapi tak menyurutkan semangat kami sebagai panita untuk memberikan yang terbaik pada peserta. Snek pagi yang berisi bolu, lemper kacang serta cemilan pun kami bagi satu persatu kepada peserta sebagai sarapan pagi sembari mengarakan mereka masuk ke dalam bus pariwisata yang siap mengantar kami semua.
Pukul 05.10 bus mulai bergerak perlahan keluar dari terminal dan menjauh dari kota Yogya. "Selamat Pagi dunia," ucapku dalam hati. Bus melaju hingga memasuki kawasan Candi terbesar se Asia ternggara, Borobudur, salah satu dari 9 keajaiban dunia. Tapi bus masih tetap melaju melewati jalan yang tebilang kecil untuk di lewati bus segede gaban itu sehingga ketika berpasan dengan kendaraan lain salah satu dari kendaraan itu harus mengalah dan minggir sepinggir-pinggirnya.
Sesampainya di Desa Klipoh, Karanganyar, Borobudur kami disambut dengan kabut yang masih menyelimuti perbukitan, dari kejauhan mentari tampak bulat sempurna dengan warna yang kuning telur ayam kamung. aargg indahnyaa, di pinggir jalan anak-anak sekolah berjalan berbaris menuju sekolah untuk menuntut ilmu, kehidupan pedesaan pun begitu terasa tak kala hamparan sawah yang kering mulai di garap oleh petani-petani yang tak lagi terlihat muda. "Ini musim kemarau, tapi masih ada saja yang menanam padi di tanah yang mengering," aku berkata lirih pada diriku.
Sawah penduduk desa Klipoh, Karangayar, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah |
Laju bus tak semulus wajah manis peserta kontes foto, sebab ukuran bus yang besar menyulitkan bus untuk melewati belokan di jalan kampung, al hasil beberapa menit bus maju mundur mengatur sudut untuk dapat lolos dari persimpangan. Terasa kurang efektif kami selaku panita terpaksa menurunkan peserta lebih jauh dari check point yang awalnya di tentukan. Sungguh luar biasa, tidak ada keluhan dari peserta justru mereka sangat bersemangat berjalan kaki menuju Gallery tempat berkumpul dan pembukaan even Imaji Indonesia. Sambil sesekali peserta memotret aktifitas pagi penduduk sekitar serta pemandangan alam Desa Klipoh.
Di Gallery Editor Majalah National Geographic Traveler, mas Bayu Dwi sudah menanti peserta dan siap untuk membuka kontes foto Imaji Indonesia. Tak berlama-lama karena mempertimbangkan mentari yang kian terik, lagi pula saat itu bukan waktunya mas Bayu untuk sharing, akhirnya peserta pun dilepas untuk memulai berimajinasi dengan mengabadikan aktifitas penduduk sekitar yang berprofesi sebagai pengerajin Gerabah.
Peserta di bagi menjadi 10 kelompok dan masing-masing kelompok di pandu oleh 1 pemandu. Sesi pertama adalah aktifitas pembuatan gerabah oleh masyarat desa Klipoh. Penduduk di Desa klipoh ini sudah membuat grabah sejak beberapa ratus tahun silam, bahkan mungkin sebelum Candi Borobudur di dirikan. Ada relief di Candi Borobudur yang mengambarkan bahwa dahulu kala penduduk disekitar Borobudur telah memulai aktifitas pembuatan gerabah. Uniknya, penduduk sekitar masih menggunakan alat-alat yang sangat sederhana untuk membuat gerabah.
Peserta kontes foto Imaji Indonesia sedang mengabadikan ibu yang sedang menyusun gerabah untuk di bakar. Foto : Frans |
Peserta Kontes Foto harus melewati lorong-lorong yang merupakan celah antara rumah penduduk yang masih sangat sederhana. Rumah yang sebagian masih berdinding gedeg dan beberapa rumah yang terbilang sudah permanen. Pagi itu di teras rumah sederhana, para wanita paruh baya sudah memulai aktifitasnya membuat gerabah. Ada yang membuat panci, ada pula yang membuat cobek untuk wadah makan, di lain rumah ada yang membuat kedil tempat ari-ari yang nanti nya akan di kirim ke puskesmas atau rumah sakit. Kendil-kedil itu mereka jual kepenadah dengan harga Rp.2000 rupiah kepada penadah harga yang terbilang sangat murah jika di bandingkan teman-teman membelinya di pasar yang di bandrol dengan harga tak kurang dari Rp.15.000.
Proses penjemuran kendi, sebelum memasuki tahap pembakaran. Foto | Frans |
Tangan-tangan trampil mereka telah sangat akrab dengan tanah hingga tanah pun menurut saja mereka bentuk. Namun sayang, bagian dari sejarah yang harusnya di berdayakan harus berakhir kembali menjadi tanah. dan mungkin nanti hilang terhapus modrenisasi dan mungkin pula mereka akan terkenang melalui relief-relief di sisa-sisa peradaban.
Jerami untuk pembakaran gerabah. Foto | Frans |
|
0 komentar:
Post a Comment