Ahh.. entah apa lagi yang harus Agiya katakan, rasanya sudah
habis kata dirangkai, jika di bariskan mungkin sudah sepanjang jalur kerta
jabodetabek. Tapi tetap saja kata itu berlalu, seperti layaknya kereta yang tak
mengenal rambu, yaaa kereta tak mengenal rambu, karena kereta itu benda mati,
masinisnya lah yang hidup dan menjadi bagian “menghidupkan” kereta.
Eh ini bukan cerita tentang kereta malam yang lagi popular itu
ya, apa lagi yang bunyinya jug jig jaj jigjug jig jag jig jug..
Kamu tahu, makan apa yang semakin banyak banyak kamu makan
tapi gak bikin kamu gemuk.? Kata temen ku sih makan tuh cinta. Semakin dimakan
maka semakin merasakan cinta itu bak coklat, dijilat manis, di cicip sedikit
nikmat, ditelan banyak-banyak sakit gigi.
Beberapa waktu yang lalu aku nonton film Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck, keren sih. Sebagai
seorang yang hobinya nonton, (meskipun film hasil downloadtan) tapi tetep saja
saya kagum sama alur cerita, yang mengawinkan harta dan kecantikan, dan
mengorbankan ketulusan. Apa lagi soundtrack nya lagunya Nidji yang berjudul
Sumpah Mati Aku Cinta. Wahh bikin tambah merinding, nyanyi pake sumpah-sumpah
begitu bikin hati gak tenang kalau menurut ku, apa lagi pake atas nama cinta.
Kadang hanya berpikir, ketika masa ababil segalanya di
lakukan untuk cinta, sumpah sehidup semati, sumpah jadi suami istri, sepanjang
waktu bersama, alah apalah yang disebut. Tapi ketika kita beranjak dewasa kita
baru mengerti, bahwa cinta itu tak sekedar bersama tapi ada tanggung jawab
besar dan dunia akhirat.
Bagaimana tidak, sebagai laki-laki aku tentu bertanggung
jawab atas istri ku, atas anak-anak ku nanti, bertanggung jawab atas
sandangnya, pangannya, papannya, atas agamanya, masadepanya, status sosialnya. Ah
pokoknya, kata temen ku “nikah Cuma modal dengkul, bisa busung lapar istri dan
anak mu, bisa disindir mertua lu, bikin anak aja yang bisa rumah masih numpang”
ahhh apa kata dunia.
Aku percaya, wanita itu cendrung mengikuti perasaannya,
kalau sudah cinta yaa pokoknya cinta, gimanapun caranya harus nikah sama orang
yang dicintainya. Kadang aku berpikir apakah logika wanita itu buta? Kadang pula
laki-laki cendrung berpikir menurut logikanya. Meskipun Tuhan sudah menjelaskan
akan menjamin rizki tiap-tiap hambanya, ah koruptor aja rizkinya dijamin kok
sama Tuhan masak orang yang berniat baik untuk nikah gak dijamin rizkinya.
Ah kalau soal rezeki aku sudah yakin sama Tuhan, tapi aku
masih takut hokum sosial nantinya, benarlah pacaran itu bukan untuk anak-anak,
tapi untuk orang dewasa. Setidaknya kamu
punya modal untuk mengikat wanita mu sebelum kamu memacarinya atau
menikahinya. Kalau tidak biarlah ia
mencari sandaran yang lainya, jangan paksa merpati untuk hinggap disangkar mu
yang rapuh, kasihan, meski ia bertengger di dalamnya, ia takan nanyaman suatu
saat ia akan berontak dan mencari kebebasan.