Gadget

Jaman sekarang siapa yang gak punya gadget, perangkat elektronik kecil yang punya fungsi khusus lebih dari kopasus, lebih di butuhin dari pada pacar, lebih sering deket dari pada gebetan dan kadang juga menyebalkan kayak mantan.

Gadget dibutuhin sebagai alat untuk memudahkan aktifitas kita sehari-hari, mulai dari kebutuhan komunikasi sampai kamar mandi. Mulai dari pagi sampai pagi lagi. Kalau gak punya pacar sih biasaa, tapi gak punya gadget itu baru gak biasa. Tapi kita tak membahas gadet lebih jauh, tapi kita bahas gadget dari bangku penonton.. lah kok?? 

--- Jogja hari kemarin, 18 Juni 2014


Acara ArtJog 2014 di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) masih belangsung. Acara yang telah di mulai sejak tanggal 7 Juni ini akan berakhir pada 24 Juni 2014. Aneka karya seni dipamerkan, mulai dari patung yang terbuat dari karung goni, sampai lukisan-lukisan karya seniman ternama. Aku tak heran dengan acara seperti ini, sebab inilah Yogyakarta, kota pelajar nan berbudaya, yang mempertahankan tradisi di tengah modrenisasi. Ini lah Jogja Istimewa.

Tujuan utama ku hari ini adalah melihat Art Jog. Tapi apa dikata, bonus menyapa di gerbang pintu masuk, Spanduk besar bertuliskan Ketoprak horor pun segera menyapa ku dan teman ku. Seketika itu pula, aku berniat menontonya, kebetulan sudah lama tak melihat pertunjukan sandiwara lama seperti ini, biasanya FTV itu pun di tipi. Meskipun bukan drama romantis tapi ketika itu adalah budaya bangsa sendiri, semua terasa bermakna. 

Pukul 19.00 WIB. antrian mengular di depan pintu masuk Gedus Societet Taman Budaya, sementara aku dan teman ku berada di luar barisan, sebab tak dapat menunjukan sms dari panitia untuk mendapatkan free shit pertunjukan malam ini. Berdiri bersama belasan orang lain yang bernasib sama, terasa seperti pengemis menanti belas kasih dari panita agar di izinkan masuk meskipun berdiri tak apalah. Sudah pegel kaki ku berdiri setengah jam lebih, menanti kabar baik datang. Seorang panitia berkata pelan, "Nanti semua bakal masuk mas, tapi sabar dulu tunggu yang free shit udah semua" aku pun lega sembari memalingkan wajah ku dari mbk panita yang menyeramkan.

Dulu sewaktu mempunyai kartu ajaib aku tak perlu mengantri seperti ini, tunjukan kartu lantas boleh masuk. tapi sekarang aku hanyalah rakyat jelata dari kumpulan terasing yang kesepian. Ingin menyaksikan budaya sendiri saja aku harus berkorban lebih sulit dari pada nonton budaya asing. 

Setelah satu jam kurang 10 menit berdiri, kami pun berdesak-desakan masuk kedalam. Mencari kursi yang masih tersisa untuk menempelkan pantat pada kursi yang sedikit empuk dan menyandarkan punggung pada sandaran yang nyaman. Tak dapat kursi di barisan depan tak apa, di belakang juga tak masalah selama di samping ku ada kamu.. ^_^ iyaa kamu... kamuu ?? 

Wanita itu permisi dan duduk di satu kursi yang tersisa di samping ku.  Dengan gadget menyala yang ia gunakan sebagai penerangan ia lewat di depan ku. Seketika pula aku mulai kawatir akan gadget yang menyebalkan itu, sebab dahulu aku sering melihat pertunjukan seperti ini dan masalah utama yang gak pernah kelar adalah tentang gadget. Mungkin lebih baik di setiap pertunjukan dikasi peringatan "mohon gadgetnya di non atifkan, demi kelancaran dan kekhusukan kita semua", seperti di mushola.

Ada saatnya gadget itu menjadi barang yang sangat menyebalkan bagi orang lain, salah satunya ketika pertunjukan panggung di dalam ruangan seperti ini. Sewaktu masih suka sama photographi aku selalu kwatir suara kamera ku menggagu penonton lainnya apa lagi jika menggunakan flash. Sebab itu pula aku tak banyak punya stok foto pertunjukan di ruangan. Tapi sekarang hal-hal sederhana seperti itu sudah mulai memudar seiring perkembangan teknologi. Sudah banyak tulisan yang membahas tentang etika photographi, karena itu saya gak akan membahasnya di sini. tapi kita akan singgung sedikit tentang etika gadget.

Awal pertunjukan tak terlalu ku nikmati, sebab, meskipun penerangan di ruang pertunjukan sudah dimatikan (kecuali lampu-lampu untuk pertunjukan) tapi ruang ini masih terasa terang, karena penonton asik memainkan gadgetnya, whatsaapan, bbman, facebookan, dll.. aku jengkel tapi ku mencoba sabar, berharap cahaya tak diharapkan itu meredup dan syukur-syukur kalau menghilang.

Namun pada akhirnya, sabar dan maklum ku di era kritis dan terpaksa aku harus menegur seorang wanita di sebelah teman ku. Aku tak perduli seberapa cantik wajahnya, seberapa keren gadgetnya bahkan aku juga tak perduli kalau cowok yang duduk disebelahnya itu adalah pacarnya. "Maaf mbk hape nya." dan seketika itu pula wanita itu membalik handphonenya agar cahayanya tak lagi menyebar kepenjuru mata. 

Saat itu aku menyadarkan satu orang sementara di barisan depan masih banyak yang tinggi mengangkat gadget ukuran jumbonya, mengabadikan pertunjukan dengan kilatan cahaya. Tiba-tiba aku teringat pada free konsernya Pas Band di Solo yang beberapa tahun lalu aku saksikan. tak kulihat cahaya handphone mengabadikan konser di depan panggung, yang ada hanya tangan yang diangkat keatas sembari di gerakan serempak mengikuti irama. Seketika itu pula seorang teman berkata "Menonton hal seperti ini sudah jarang, apa lagi di Jakarta,  coba aja ini konser berbayar, mungkin akan lebih banyak handphone yang bergoyang dari pada tangan".

Kita sangat membutuhkan teknologi, tapi jangan sampai kita menjadi autis dan menghilangkan harmonisasi sosial dengan sekitar. 


Penulis : Tirta Hardi Pranata ~ Tukang coret-coret di blog ini ~

Artikel Gadget ini dipublish oleh Tirta Hardi Pranata pada hari Thursday, June 19, 2014. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Gadget
 

0 komentar:

Post a Comment