Aku merasakannya 3 tahun yang lalu, bersama dengan teman-teman satu angkatan berbaris di lapangan menunggu kepastian. Gelisah, duduk gak tenang, berdiri kaki pegel, lihat kiri kanan mulu kayak orang hilang. semuanya jadi serba salah, karena bukan itu yang di inginkan. Yang di inginkan itu hanya kata LULUS. Itu saja sudah cukup.
Di hari kelulusan itu hanya ada tangis dan tawa, senang dan sedih bagi siapa saja. Senang tak selamanya berpihak pada juara umum sekali pun, bergitu pula sedih tak selalu menghantui murid paling bandel saat itu. Bahkan bagi diriku yang tergolong murid peringkat atas tetap aja hari kelulusan adalah hari gelisah kedua di masa sekolah, gelisah pertama adalah nunggu jawaban tentang perasaan, gelisah kedua adalah nunggu kelulusan. :D
Bersyukurlah kedua gelisah ku berakhir manis dengan sedikit tangis haru. dan aku pun harus nangis lebih keras di depan teman-teman ku, gak perduli wibawa ku sebagai ketua kelas. saat itu satu persatu siswa dan siswi berhamburan, dan berjatuhan setelah mendapat kepastian.
Guru-guru yang berdiri di depan tak bisa berbuat banyak untuk menenangkan siswa-siswinya. Ada yang melampiaskan rasa senang dengan corat-coret seragam putih abu-abu, ada yang guling-guling menangis di lapangan. Ada yang digotong ke ruang guru karena pingsan, ada yang teriak dan ada pula yang menangis.
Sementara aku berada di antara keduanya hanya terdiam berdo'a dan berharap karena aku belum mendapat kepastian itu. Setelah sekian lama menunggu dengan cemas, datanglah amplop putih berisi sepucuk surat yang amat berharga dan sampai sekarang masih ku simpan. Agar menjadi kenangan kalau aku LULUS.
Pada hari kelulusan itu aku belajar banyak hal. Jika hidup dinilai dengan angka generasi Indonesia mendatang hanya akan penuh oleh orang-orang yang rakus dan mengejar nilai. Manusia itu akan menangis ketika ia gagal, gagal menjadi yang terbaik, atau menjadi yang terbaik sekalipun.
Aku mengakhiri masa putih-biru dengan perstasi terbaik. Tapi aku tidak pernah meninggalkan jejak pilox di seragam ku, aku tak sanggup senang sementara sahabat ku menangis, aku tak sanggup tertawa di saat sodaraku tergolek lemah tak berdaya.
Aku tak mendapat ucapan selamat dari orang tua ku karena aku lulus. Tapi aku dapat senyum dan peluk mereka, dan dapat hadiah spesial dari ayah "Siap-siap berangkat ke Jogja :)" katanya. Terimakasih untuk kedua Orang Tua yang selalu ada dalam setiap usaha ku meraih mimpi. Dan terimakasih pula untuk semua usaha mereka yang telah mendidik aku dari aku berada di rahim hingga sampai aku berakhir di kubur.
0 komentar:
Post a Comment