Pejuang Kaum Buruh

Mengenang mereka untuk meneruskan perjuangan kaum buruh..

Fauzi Abdullah

fauziFauzi Abdullah Pria berketurunan Arab, anak ketiga dari 13 bersaudara yang lahir di Bogor pada tanggal 15 November 1949, pernah aktif di LBH Jakarta. Selama bekerja di sana, selepas jam kerja, biasanya akan lebih mudah untuk menemuinya. Selama tidak bepergian ke luar Jakarta, ia akan lebih mudah ditemui pada malam hari. Setelah para staff LBH pulang, ia mulai mengeluarkan peralatan kerja malamnya: tikar, pemanas air, kopi dan gula. Ia akan mengganti celana panjangnya dengan sarung kotak-kotak. Beberapa tikar akan tergelar di lantai dua. Tamu-tamu, biasanya para (aktivis) buruh dari berbagai tempat berdatangan. Kadang perkenalan antar mereka baru berlangsung di tempat ini. Dan perbincangan-pun akan mengalir, seringkali hingga pagi.

Ketetapan hati dan konsistensinya pada isu perburuhan yang tidak hanya berkutat pada konsep-konsep dan menerawang dari atas, tapi juga menceburkan diri pada pergaulan sehari-hari dengan kaum buruh, memunculkan penghargaan dari kawan-kawannya. “Begawan” Didi dari Delanggu, setiap menyebut namanya selalu menambahkan dengan julukan “Bapak Buruh Indonesia”. Mulyana W. Kusuma menjulukinya sebagai spesialis grassroot (MBM Tempo, 37/XXXI 11 November 2002). Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa “Jasanya dalam mencerdaskan gerakan buruh di zamaa Orba luar biasa,” dan Todung Mulya Lubis memberikan komentar bahwa: “Fauzi adalah pejuang hak asasi yang tak punya pamrih. Dia tulus dan bersahaja,” (Koran Tempo, 28 November 2009)

MARSINAH

MArsinahIa adalah gadis sederhana kelahiran Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Dibesarkan dan menyelesaikan pendidikannya di kota kelahirannya. Selain hobi membaca, lulusan SMA Muhammadiyah Nganjuk ini dikenal sebagai pekerja keras dan tak mengenal takut. Mungkin karena keberaniannya itulah yang membuat Marsinah tak layu dihalau satpam saat memimpin aksi memperjuangkan hak kaum buruh.

Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.


3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.


Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.


Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.

Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.


Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".


Tahun 1994, dibentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KASUM). KASUM adalah komite yang didirikan oleh 10 LSM. KASUM merupakan lembaga yang ditujukan khusus untuk mengadvokasi dan investigasi kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah oleh Aparat Militer. KASUM melakukan berbagai aktivitas untuk mendorong perubahan and menghentikan intervensi militer dalam penyelesaian perselisihan perburuhan. Munir menjadi salah seorang pengacara buruh PT. CPS melawan Kodam V/Brawijaya atas tindak kekerasan dan pembunuhan terhadap Marsinah

Nisan-Chairil Anwar

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.

 

Penulis : Tirta Hardi Pranata ~ Tukang coret-coret di blog ini ~

Artikel Pejuang Kaum Buruh ini dipublish oleh Tirta Hardi Pranata pada hari Sunday, May 1, 2011. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Pejuang Kaum Buruh
 

0 komentar:

Post a Comment