Satu lingkaran, satu tujuan satu nama yaitu Solidaritas Tolak Tambang Besi. Forum penggalangan aksi solidaritas yang dibentuk dari berbagai elemen masyakrakat, mulai dari mahasiswa, persma, dan organisasi lainnya, tidak terkecuali individu yang memiliki sepemahaman menolak penambangan pasir besi di pesisir pantai Kulon Progo semua boleh bergabung.
Tujuan forum STTB ini adalah menggalang dukungan sebanyak mungkin untuk membantu masyarakat pesisir pantai Kulon Progo menolak penambangan pasir besi di daerah pesisir pantai Kulon Progo. Penambangan pasir besi dinilai akan merusak ekologi pantai dan lahan pertanian masyarakat setempat, yang telah digarap sejak sebelum tahun 1942.
Acara yang diselenggarakan di kampus STMIK Amikom Yogyakarta pada 12 Mei 2011. Diisi dengan panggung bebas , puisi, musik, serta pameran foto dan pemutaran film tentang perjuangan masyarakat pesisir pantai Kulon Progo menolak tambang pasir besi. Acara ini dihadiri oleh mahasiswa, masyarakat bahkan organisasi dan individu yang mendukung aksi penolakan penambangan pasir besi. Inti dari acara tersebut yaitu diskusi langsung dengan narasumber dari Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulon Progo.
Widodo beserta rekan-rekannya hadir sebagai pembicara dan mewakili dari PPLP-KP dalam acara diskusi. Beliau menceritakan tentang perjuangan masyarakat yang tergabung dalam PPLP-KP, yang bersikeras tidak ingin meninggalkan atau menyerahkan lahan pertanian mereka, untuk di jadikan area pertambangan pasir besi oleh PT JMM (Jogja Magasa Mining). Karena di area sekitar 22 km x 1,8 km dari pesisir pantai Kulon Progo yang akan di eksplorasi untuk area pertambangan itu, terdapat daerah hunian dan lahan pertanian masyarayakat sekitar.
“Kehidupan kami akan berlangsung selamanya di lahan pesisir pantai Kulon Progo, karena itu tanah leluhur kami yang harus dipertahankan bukan dijual. Kalau memang mereka nekad ingin merebut lahan kami, kami siap bersimbah darah mempertahankannya. Kami sudah hidup tentram sebagai petani disana, kalau ada yang mengusik tentu kami akan melawan.” Tegas Widodo ketika menjawab pertanyaan “sampai kapan ia akan bertahan di daerah pesisir pantai?” Oleh salah seorang yang hadir pada acara tersebut.
Dari cerita dan tanya jawab yang dilakukan nampak begitu kuat tekad dan niat dari para petani yang hadir dalam forum diskusi ini untuk mempertahankan lahan pertanian mereka. Namun hingga saat ini mereka tidak ingin ada acara duduk bersama untuk berdiskusi mencari solusi terhadap masalah ini. Yang mereka inginkan hanyalah pemerintah mencabut izin pertambangan besi di daerah pesisir panti kulon progo. Setelah itu baru mereka mau duduk bersama.
Pemerintah nampaknya masih belum memberikan respon positif. Bahkan dirasa lebih memihak terhadap pemilik modal dari pada kehidupan rakyat. Disalah satu situs pemerintah Kulon Progo tertulis, “Bila program pembangunan skala nasional di Kabupaten Kulon Progo yaitu pembangunan bandara internasional sebagai pengganti bandara Adisutjipto dan pengolahan pasir besi di pesisir selatan terealisasi, maka Kulonprogo akan menjadi kabupaten terkaya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta..” www.kulonprogokab.go.id.
Namun masyarakat Pesisir Pantai Kulon Progo tidak begitu saja percaya dengan janji dan wacana-wacana yang dikeluarkan pemerintah. Yang mereka inginkan hanyalah hidup tentram di lahan mereka sendiri, sampai anak cucu nanti. “Kalau disuruh milih, besok saya dijanjikan diberi uang Rp.100.000, namun sekarang ini saya di beri Rp. 10.000, saya ya tetap milih yang Rp.10.000, yang 100.000 itu kan cuma janji syukur-syukur kalau di tepati.” Ujar Widodo.
Widodo juga mengharapakan bantuan dari rekan-rekan yang peduli terhadap penolakan tambang besi. Untuk dapat berpartisipasi dengan caranya masing-masing, membebaskan dan rekan mereka pak Tukijo yang sejak tanggal 1 Mei 2011 “diculik” dan di tahan di Polda DIY.
Sebagai penutup Widodo menyampaikan sebuah pertanyaan kepada para peserta diskusi. “Setelah mendengar, cerita dari kami, apa yang akan dilakukan kawan-kawan? Apa sekedar ingin tahu, mendengarkan atau membantu kami?” pertanyaan itu dijawab dari beberapa orang yang hadir diantara oleh Richi, yang menyatakan bahwa forum ini dibentuk sebagai wadah untuk rekan-rekan membantu para petani, untuk sementara yang bisa lakukan dengan cara memunculkan peristiwa di Pesisir Kulon Progo melalui media supaya masyarakat lain tahu peristiwa yang sedang dialami petani lahan pantai Kulon Progo. Dan ini bukanlah forum yang terakhir, masih akan ada lagi forum seperti ini yang akan diadakan ditempat lain, sebagai wujud penggalangan aksi solidaritas. Jawaban tersebut sekaligus menutup acara solidaritas tolak tambang besi malam itu.
Semoga saja dengan adanya forum ini semakin menambah besar rasa kemanusian bangsa ini untuk membantu sesama, melawan kebijakan yang tidak bijak. Melawan keadilan yang tidak adil. Sebelum jatuh korban lebih banyak, yang membela hak-hak hidup mereka. |Frn
0 komentar:
Post a Comment